Sabtu, 17 Oktober 2015

Chapter II, Awal satu keluarga

Pagi hari, 10 kilometer dari pusat kota malang.
Arya berjalan kaki menyekat sisa-sisa kabut semalam, menyusuri jalan batu setapak bukit yang landai, tepat di samping kiri-jalan yang dilalui nya berderet pepohonan sengon berdaun rimbun yang menjulang tinggi. Aroma dedaunan sengon bercampur dengan udara pagi yang dihirupnya mem- buatnya terkunci dalam perasaan damai yang menentramkan.
Ketika melewati kelokan paling ujung, deretan pohon sengon menghilang dan tergantikan rumah-rumah sederhana para penduduk lokal yang berderet selang-seling acak namun serasi, pekarangan luas berpagar beluntas yang ditumbuhi  macam-macam tanaman hias beraneka warna, suara-suara berisik hewan-hewan ternak di kandang samping rumah. Arya sungguh-sungguh dilanda dejavu kala melihat dan mendengar pemandangan dan irama yang tersaji di sekelilingnya itu.
Arya menghentikan langkahnya, dia terpana memandangi sebuah rumah berdinding bambu yang ada di depannya. Rumah itu, bangku kayu itu, pekarangan dengan aneka bunga indah itu, semua masih terasa sama dan tak ada sedikitpun yang berbeda. Dia merasa terlempar ke masa lalu, masa ketika dia kecil, masa sebelum dia tinggal di panti asuhan, masa ketika dia dan kedua orang tuanya masih menempati rumah tersebut.
Arya memejamkan kedua matanya, menyelipkan kedua telapak tangannya disaku celana guna menghalau udara pagi yang dingin. Ribuan fragmen ingatan dan kenangan akan masa kecil singkat yang dihabiskan bersama kedua orang tuanya bersintesa di dalam kepalanya. Dia tersenyum kecil kala menyerap kenangan-kenangan indah yang hampir dia lupakan itu. Dia rindu kedua orang tuanya , dan entah darimana datangnya, tiba-tiba terlintas sebuah perasaan aneh... dia juga rindu dengan claris.
***

Selama bertugas di malang, Arya menempati sebuah kontrakan tak jauh dari markas kodam tempat-nya bertugas. Dari dulu setiap kali ditugaskan ke kota manapun Arya enggan tinggal di asrama dan memilih mengontrak. Awalnya hal itu mendapat pertentangan dengan atasannya sebab harusnya seorang prajurit yang belum berkeluarga wajib tinggal di asrama yang sudah disediakan, tapi Arya tetap keras kepala dengan pendiriannya. Dan pada akhirnya atasannya pun tak punya pilihan lain selain membiarkannya melakukan hal yang ia mau.
Setelah mengunjungi desa lamanya Arya menyempatkan diri berkeliling kota malang. Tak berlebihan jika kota malang dijuluki paris of east java. Cuaca sejuk, pemandangan indah serta penduduk yang ramah semua tersaji lengkap di kota itu.
Sore menjelang, setelah puas berkeliling kota malang, Arya pulang dan segera melepas penat di sebuah padang rumput hijau, dibawah pohon beringin yang ada di bukit kecil belakang rumahnya, dia duduk di beralas tikar sambil menyeduh secangkir kopi hangat. Saat itulah dia bertemu dengan seorang gadis kecil. Gadis kecil yang sudah disiapkan Tuhan untuk mewarnai kehidupannya di masa mendatang.
Arya harus menunduk saat melihat kearah gadis kecil itu, usianya sekitar 4 tahun, rambut panjang nya yang hitam legam berantakan diterpa angin, senyumnya mengembang diantara dua pipi cabinya kala pertama menyapa Arya dengan suaranya yang cadel.
hasel gletel...hasel gletel...”ujar gadis kecil itu sambil menyodorkan sebuah buku dongeng kepada Arya.
Arya mengambil buku itu dan sekilas membaca judulnya,”hmm, hansel & gretel ya.. Hai adik kecil kau ingin aku membacakannya untukmu?"
Gadis kecil itu tersenyum riang sambil mengangguk senang.
baiklah..baiklah..,”kata arya,”tapi pertama-tama, kasih tau om dulu, siapa nama kamu?
utali..,”jawab gadis itu dengan nada suara cadel.
utari ya?"
Utari mengangguk.
nah utari, dimana rumahmu?"
Gadis itu lalu menunjuk ke sebuah rumah, sebuah rumah tepat disamping kontrakan Arya.
oh jadi toko bunga itu rumah kamu ya.."
Utari mengangguk dan lagi-lagi mengembangkan senyum mungilnya yang lucu. Dia lalu mengambil tempat disamping Arya dan duduk diam mendengarkan sementara Arya membacakan isi dari buku dongeng miliknya.
utari! Ayo pulang sudah sore!,”ucap sebuah suara yang berasal dari bawah. Arya dan Utari kompak melihat ke arah sumber suara tersebut. Dibawah sana berdiri seorang perempuan muda yang sedang melambaikan tangan. Perempuan itu lalu berjalan cepat menghampiri Arya dan Utari.
ya ampun utari, lain kali kalau main kesini bilang ibu dulu,”ujar perempuan itu sambil menyeka keringat di kening dengan shal yang melilit lehernya. Sementara itu Utari bersembunyi di balik tubuh arya sambil sesekali mengin tip.
Arya terpana melihat paras anggun perempuan beraroma bunga daisy itu, meski wajahnya agak pucat tapi dibalik itu Arya merasa ada sebuah ketegaran yang menenangkan,“maaf, anda siapanya utari?,” tanya arya
maaf perkenalkan nama saya Rani, saya ibunya utari, maaf kalau anak saya menggangu waktu luang bapak,”Ujar Rani
Arya tertawa,”sepertinya kita seumuran jadi jangan panggil saya pak, tidak ada yang perlu dimaafkan lagipula saya justru senang bisa membacakan cerita buat utari, dia anak yang pintar.."
tetap saja, anak ini kadang-kadang bisa jadi sangat bandel,”ujar Rani sambil melotot gemas ke arah Utari yang masih bersembunyi dibalik tubuh arya.
oh ya, kenalkan nama saya Arya, saya baru beberapa hari disini, kebetulan saya tinggal di samping rumahmu"
oh jadi kamu tetangga baru itu ya.., salam kenal"
Arya mengangguk, mengembangkan senyum, keduanya lantas bersalaman. Diatas sana, diam-diam Tuhan tersenyum dan bersiap melukis takdir Arya untuk selanjutnya.
***

Waktu pelan-pelan berjalan. Sudah hampir sebulan Arya menghabiskan harinya di kota malang. Diapun juga semakin dekat dengan Utari maupun Rani. Utari sering mengajak Arya pergi mendaki bukit kecil di belakang rumah mereka. Setiap sore ia menyempatkan dirinya untuk membacakan cerita dongeng untuk utari dan setiap ada waktu luang dia selalu mampir ke toko bunga milik Rani, sekedar ngobrol dan terkadang membantu kesibukan Rani di toko bunga. Rani dan Utari memiliki kebun bunga mawar sendiri di samping belakang rumahnya. Disana Arya sering menghabiskan waktu seusai menjalankan tugas di markas Kodam. Arya sering membantu Rani dan utari berkebun bunga di waktu luangnya.
Semakin hari Arya dan Rani semakin dekat. Dan itu membuat Arya pelan-pelan mengetahui segala hal tentang Rani, termasuk fakta jika ternyata Rani dulu bersuamikan seorang prajurit yang telah gugur di medan tempur.
Rani adalah sosok perempuan menawan yang penuh pesona. Pesona dalam artian berbeda dengan apa yang Arya rasakan dulu terhadap Claris. Jika diibaratkan dengan nada piano, pesona Claris ibarat Moonlight sonata karya bethoven, sebuah pesona yang memancing keluar pheromones dan memacu pelepasan oxytocin dalam sisi-sisi tergelap tubuh. Mengandung keunikan, kekaguman, cinta pada pandangan pertama sekaligus apresiasi.
Sementara itu, pesona Rani sebaliknya, ibarat nada  Prelude and Fugue No. 1 in C major, BWV 846 karya Bach, pesona yang mampu meledakkan vasopressin dan norepinephrine, sebuah keindahan yang bahkan tidak dapat diketahui pemiliknya, tulus, sederhana, pesona yang jauh dari gairah berlebihan, kehangatan dan penuh dengan aura kesetiaan.
Awal januari 1991 akhirnya Arya memutuskan untuk berhenti dari kesatuan prajuritnya. Ia memantapkan diri dan mendekap Rani dalam ikatan sakral pernikahan, tidak ada hingar-bingar kemewahan. Ikatan sakral seumur hidup tersebut dilakukan dengan sangat sederhana. Mengingat baik Arya ataupun Rani sudah tidak memiliki kerabat lagi, pernikahan mereka hanya dihadiri teman-teman dekat. Sementara itu, Utari dengan kebaya kecilnya menjadi pendamping ibunya selama akad nikah berlangsung.
Selepas pernikahan baik Arya maupun Rani sama-sama mendambakan untuk segera memiliki momongan. Utari pun sudah tak sabar untuk memiliki adik. Tapi sepertinya mereka harus bersabar, dan kesabaran mereka berbuah manis di tahun ke dua pernikahan, akhirnya Rani dinyatakan hamil. 13 april 1993 Rani melahirkan seorang bayi laki-laki lucu yang diberi nama Kian Aurima, Kian berarti Raja sementara Aurima berarti jalan kehidupan yang tentram. Berharap kelak sang anak tumbuh bijaksana laksana seorang raja dan memiliki kehidupan yang sempurna.
***

Kian kecil tumbuh dalam kasih sayang kedua orang tuanya dan pengawasan penuh dari kakaknya yang sangat menjaganya. Setiap pagi di hari biasa Kian suka membantu Ibunya membersihkan dan menjaga toko bunga sambil menunggu Utari pulang dari sekolah. Sepulang sekolah Utari sering mengajak adiknya berkeliling dari satu tempat ke tempat lain. Bertemu anak-anak lainsebayanya yang suka menggoda Kian yang sangat penakut saat kecil. Yang bahkan bisa menangis hanya karena di lempari ulat kecil oleh teman-temannya. Utari selalu menjadi perisai terdepan saat adiknya di ganggu anak-anak lain, ia selalu melindungi adiknya. Kian kecil terbiasa berlindung dibelakang badan kakaknya saat terjadi masalah. Terkadang mereka datang ke kebun mawar dibelakang rumah hanya mengganggu ayah mereka yang sedang berkebun. Hingga akhirnya muka mereka sering dilumuri tanah oleh Arya.

cerita ini adalah milik pribadi dari: Imam Maliki & Bayu Riswick

Tidak ada komentar:

Posting Komentar